Tepat di belakang rumah warga OAP (Orang Asli Papua) yang letaknya tepat di belakang kampus.Kami bersembunyi. Semua pintu dikunci rapat. Bapak-bapak OAP itu (saya tak sempat menanyakan namanya) menyuruh kami ke bagian paling belakang rumahnya yang dibuat seperti Honai. Sambil berpikir gemetar harus apa setelah ini. Saat itu kampus sudah terbakar. Api sudah terasa panasnya. Tak sampai 200 meter jarak kami. Saat tempat ini ketahuan pasti dibakar. Saat mereka datang akan dibinasakan entah dibacok parang, kapak, dianiaya atau dibakar hidup-hidup. Sempat berpikir saya akan lebih duluan bunuh diri dari pada mati konyol terdzalimi mereka jika ketahuan. Pasrah lemas, akan mati di situ saat itu. Ayat kursi, sholawat, tasbih tanpa henti saya ucapkan. Karena saya sadar sudah tak ada yang bisa datang menolong di tempat yang sulit dijangkau itu. Hp disilent. Semua teman saya suruh merapat duduk di bawah agar tidak terlihat masa. Ada teman yang mengintip dari dalam untuk memant