Assalamu'alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh, Kejujuran dan Ke teguhan dalam membela kebenaran
adalah sebuah Anugrah dalam sebuah kehidupan, Hukum yang tak pandang Bulu kaya
atau miskin, berkuasa atau tidak menjadi sumber kejayaan dalam sebuah
perjuangan demi menghapus noda2 hitam dalam bingkai kehidupan,Namun Sebuah
Perjuangan yang sangat langka kita temui di zaman ini, adalah Sebuah Perjuangan
seorang Hakim, Dalam memutuskan Sebuah permasalahan kehidupan, Seperti sejarah
seorang Tabi'in yang dikenal sebagai Hakim yang Adil, Seorang kesatria Hukum
yang meneguhkan kejayaan Pradaban SUatu Negeri, Beliau Rahimahullah Bernama , Syuraih AL Qadhi
Beliau
Rahimahullah adalah Seorang yang sangat dikenal sebagai Hakim Yang adil, Selain
itu Beliau juga sangat dikenal sebagai orang yang teguh dalam menjalankan
Perintah Agama, Beliau Rahimahullah bernama Syuraih Bin Harits Berasal Di
lahirkan Di kota Kindi Yaman, Ketika
Islam Menyentuh Yaman, beliau termasuk Golongan yang Awal Masuk kedalam Islam,
Namun , Syuraih Belum Sempat Bertemu Nabi ﷺ , Oleh
karena itulah Beliau tidaktermasuk dalam Golongan Sahabat Radhiallahu'anhum.
Beliau adalah orang yang memiliki kedudukan di antara para
ahli ilmu, tokoh-tokoh terkemuka, para sahabat dan para tokoh tabi’in.
Beliau termasuk dalam bilangan ulama yang terhormat dan
utama, diperhitungkan dalam tingkat kecerdasan, kebagusan perilaku, banyaknya
pengalaman, dan kedalaman wawasannya.
Dalam
Sejrah Dijelaskan Syuraih AL Qadhi DI kenal sebagai seorang yang Adil dalam Ber
Hukum , tidak memandang Harga dan Jabatan , selalu bertindak dan memutuskan
Perkara yang sesuai dengan kebenaran
meski pun yang berhadapan dengan nya adalah seorang Pemimpin Negara bahkan
Keluarga tercinta.
Dalam
Sejarah dikisahkan, Suatu hari Umar Bin Khattab Radhiallahu'anhu membeli Seekor Kuda Dari Masyarakat biasa,
setelah selesai melakukan transaksi, Umar pun kembali Untuk Pulang, dalam
Perjalan tak jauh dari tempat pembelian, Tiba2 Kuda tsb, menjadi cacat dan tak
mampu untuk Berjalan lagi, Maka Amirul Mukminin Umar Bin Khattab
Radhiallahuanhu kembali menemui sang penjual dan berkata : Aku
kebalikan Kudamu , Karena ternyata Kuda ini cacat.
sang
penjual berkata : Tidak Bisa Wahai Amirul Mukminin, Sesungguhnya aku menjual
kepadamu dalam keadaan Baik.
Maka
dalam keadaan rumit tsb. Umar radhiallahi'anhu menyarankan agar masalah ini di
selesaikan Orang ketiga (sebagai hakim diantara keduanya), Sang penjual Setuju
dan Menyarankan Agar seseorang Itu adalah Syuraih Al Qadhi. Umar pun Setuju dan
kedua nya pun Menemui Syuraih , Jika kita Perhatikan Diskusi ini, bagaimana
Bijaksana nya Seorang Pemimpin yang kala itu menguasai dua Kekuatan Besar
Dunia, Bisa saja Dengan Jabatan yang dimiliki sang Amirul Mukminin Memaksa ,
tetapi BeliaU adalah Umar , yang mengajari Kita tentang ke tawadhuan seorang
Pemimpin karena itulah yang di Ajarkan Rasulullah ﷺ, dan Agama ini adalah Islam, yng
menjadi Rahmat Bagi Alam Semesta.
Singkat
cerita Sampailah kedua nya dihadapan Syuraih dan langsung menceritakan
permasalahan tsb.
Syuraih
Berkata : Ya Amirul Mukminin, Apakah Anda mengambil kuda itu dalam keadaan
baik.
Umar Berkata : iya, benar
Lalu Syuraih Pun memutuskan dan Berkata : Ambillah kuda yang telah Anda Beli Wahai Amirul Mukminin, atau Kembalikan Kuda tsb. dalam Keadaan tatkala anda Mengambilnya.
Amirul
Mukninin Umar Bin Khattab Pun Berkta : “Hanya beginikah pengadilan ini?
Kalimat yang singkat, dan hukum yang adil. Berangkatlah ke Kufah, karena aku
mengangkatmu menjadi qadhi di sana.”
Inilah Bentuk Karomah yang Allah
berikan kepada Umar Bin Khattab Radhiallahu'anhu betapa Jeli dan Berhati hati
nya Beliau dalam memilih seseorang untuk menjadi Pejabat Negara,padahal seperti
yang kita ketahui masih banyak nya Para Sahabat Radhiallahuanhum yg hidup di
zaman Umar yang selalu menyinari islam bak Bintang yang bersinar, hal ini
membuktikan tepat nya firasat beliau Demi menjaga Keteguhan Agama ini, Hal ini
pun telah disabda kan Oleh
baginda Rasulullah ﷺ
“Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang
paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi dalam
al-Manaqib, hadits no. 3791)
, Atas Kehendak Allah Hal itupun
Terbukti dalam masa Jabatan Selama +- 60 th. Syuraih Al Qadhi Sangat Adil dalam
memutuskan sebuah perkara , sehingga Sejarah mencatat bagaimana Kiprah
perjalanan Beliau Rahimahullah yang sangat luar biasa, salah satu Kisah yang
sangat heroik ketika Ia memutuskan perkara Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
Radhiallahu'anhu dan Seorang yahudi , dikisahkan Amirul Mukminin kehilangan
Baju Perang yang menjadi kesayangannya, setelah itu Amirul Mukminin mendapati
Baju besi itu di tangan seorang yahudi yang berdagang di Kufah, langsung saja
Amirul mukminin berkata : Ini adalah Baju besi ku yang jatuh dari Onta pada
Malam anu dan di tempat anu.
Namun dia mengelak dan berkata, “Ini adalah barangku dan
berada di tanganku wahai amirul mukminin!” Ali berkata, “Ini milikku, aku tak
merasa pernah menjualnya kepada orang lain atau memberikannya hingga sampai
berada di tanganmu.”
Orang dzimmi berkata, “Kalau begitu kita datang kepada qadhi!”
Ali berkata, “Engkau adil, mari kita ke sana!”
Maka pergilah keduanya menuju qadhi Syuraih. Setelah masuk
dan duduk dalam sidangnya, bertanyalah qadhi Syuraih,
Syuraih: “Apa tuduhanmu wahai amirul mukminin?”
Ali: “Kudapati barangku berada di tangan orang ini. Barang
itu jatuh dari ontaku pada malam anu di tempat anu, lalu sampai di tangan orang
ini, padahal aku tidak menjual kepadanya tidak pula kuberikan sebagai hadiah.”
Syuraih: “Bagaimana jawaban Anda?” (wahai dzimmi)
Dzimmi: “Barang ini milikku, dia ada di tanganku. Tapi aku
tidak menuduh amirul mukminin berdusta.”
Syuraih: “Aku tidak meragukan kejujuran Anda wahai amirul
mukminin, bahwa barang ini milikmu. Tetapi harus ada dua orang saksi yang
membuktikan kebenaran tuduhanmu.”
Ali: “Baik, aku punya dua orang saksi, pembantuku Qanbar dan
putraku Hasan.”
Syuraih: “Tetapi kesaksian anak bagi ayahnya tidak berlaku
wahai amirul mukminin.”
Ali: “Subhanallah, seorang ahli surga ditolak kesaksiannya?
Apakah Anda tak pernah mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa Hasan dan Husein adalah pemuka para pemuda penduduk surga?”
Syuraih: “Aku mengetahui itu wahai amirul mukminin, hanya
saja kesaksian anak untuk ayahnya tidak berlaku.”
Mendengar jawaban itu, Ali menoleh kepada si dzimmi dan berkata,
“Ambillah barang itu, sebab aku tak punya saksi lagi selain keduanya.”
Si dzimmi berkata, “Aku bersaksi bahwa barang itu adalah
milik Anda wahai amirul mukminin. Ya Allah, amirul mukminin menghadapkan aku
kepada seorang hakimnya, dan hakimnya memenangkan aku. Aku bersaksi bahwa
agama yang mengajarkan seperti ini adalah agama yang benar dan suci. Aku
bersaksi bahwa tiada ilah yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah. Wahai qadhi, ketahuilah bahwa barang ini adalah milik
amirul mukminin, waktu itu aku mengikuti pasukannya ketika menuju ke Shiffin.
Pakaian ini jatuh dari onta, lalu aku mengambilnya.”
Berkatalah Ali kepada si dzimmi: “Karena kini Anda telah
menjadi muslim, maka aku hadiahkan pakaian ini untukmu, dan aku hadiahkan kuda ini
untukmu juga.”
dalam perkara lain yang sangat heroik ialah ketika Syuraih
Rahimahullah memberikan sejarah ketegasan dalam memutuskan Perkara meski yang
dihadapi adalah keluarga sendiri
Bukti akan ketegasan Syuraih nampak di saat putranya
berkata, “Wahai ayah, aku sedang memiliki masalah dengan suatu kaum, Aku
berharap ayah mempertimbangkannya. Jika kebenaran ada dipihakku, maka
putuskanlah di pengadilan, tetapi jika kebenaran ada di pihak mereka, maka
usahakanlah jalan damai.” Lalu dia menceritakan semua masalahnya. Syuraih
berkata, “Ajukanlah masalahmu ke pengadilan!”
Kemudian putra Syuraih mendatangi orang yang berselisih
dengannya dan mengajak mereka untuk memperkarakan masalah antara mereka ke
pengadilan dan mereka pun setuju. Begitu menghadap Syuraih, ternyata kemenangan
tidak berada di pihak putranya.
Sesampainya Syuraih dan putranya di rumah, putranya berkata,
“Wahai ayah, keputusanmu telah membuatku malu. Demi Allah, kalau saja
sebelumnya aku tidak bermusyawarah denganmu, tentulah aku tidak menyalahkanmu.”
Syuraih berkata, “Wahai putraku, demi Allah aku mencintaimu
lebih dari dunia dan seisinya. Tetapi, bagiku Allah lebih agung dari itu semua
dan dari dirimu. Aku khawatir jika aku beritahukan terlebih dahulu bahwa
kebenaran berada di pihak mereka, maka engkau akan mencari jalan damai dan itu
merugikan sebagian hak mereka. Oleh sebab itu, aku putuskan perkara seperti
yang kau dengar tadi.”
Inilah Sejarah yang menjadi acuan Bagi setiap Muslim yang
dapat menjadi Inspirasi dan Pelajaran bahwa keadilan dan Kejujuran dalam
memutuskan Perkara sangatlah penting, demi meluasnya cahaya kebenaran dan
terhapusnya kebathilan yang menjadi Jurang bagi yang lemah, Tidaklah Mudah
dalam memutuskan Perkara dan Jangan pula menjadi kan nya sebagai himpunan
kenikmatan dunia, karena sangat tegas ancamannya
Dari Abu Buraidah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
اَلْقُضَاةُ
ثَلاَثَةٌ اثْنَانِ فِي النَّارِ وَوَاحِدٌ
فِي الْجَنَّةِ رَجُلٌ عَلِمَ الْحَقَّ
فَقَضَى بِهِ فَهُوَ فِي
الْجَنَّةِ وَرَجُلٌ قَضَى لِلنَّاسِ عَلَى
جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ
وَرَجُلٌ جَارَ فِي الْحُكْمِ
فَهُوَ فِي النَّارِ.
“Hakim itu ada tiga macam, dua di Neraka dan satu masuk
Surga; seorang hakim yang mengetahui kebenaran lalu memberi keputusan
dengannya, maka ia di Surga, seorang hakim yang mengadili manusia dengan
kebodohannya, maka ia di Neraka, dan (3) seorang hakim yang menyimpang dalam
memutuskan hukuman, maka ia pun di Neraka.
” [Muttafaq
‘alaih: Shahiih al-Bukhari (XIII/318, no. 7352), Shahiih Muslim (III/ 1342, no.
1716), Sunan Abi Dawud (IX/488, no. 3557), Sunan Ibni Majah (II/ 776, no.
2314).
Di Riwayat lain Rasulullah ﷺ Bersabda
:
Abu Bakrah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ قُلْنَا: بَلَى يَا رَسُوْلَ
اللهِ، قَالَ: اْلإِشْرَاكُ بِاللهِ،
وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ، وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ،
فَقَالَ: أَلاَ وَقَوْلُ الزُّوْرِ،
وَشَهَادَةُ الزُّورِ، فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا
حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ.
‘Maukah kalian aku beritahu tentang dosa besar yang paling
besar?’ Kami menjawab, ‘Mau, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Menyekutukan
Allah, durhaka pada kedua orang tua.’ Pada saat itu beliau bertelekan kemudian
duduk dan bersabda, ‘Ketahuilah, dan perkataan dusta serta kesaksian palsu.’
Beliau tidak henti-hentinya mengulangi kalimat tersebut, sampai kami katakan
(dalam hati), ‘Seandainya beliau diam.( Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari
(V/261, no. 2654), Shahiih Muslim (I/91, no. 87).
Assalamu'alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh, Kejujuran dan Ke teguhan dalam membela kebenaran
adalah sebuah Anugrah dalam sebuah kehidupan, Hukum yang tak pandang Bulu kaya
atau miskin, berkuasa atau tidak menjadi sumber kejayaan dalam sebuah
perjuangan demi menghapus noda2 hitam dalam bingkai kehidupan,Namun Sebuah
Perjuangan yang sangat langka kita temui di zaman ini, adalah Sebuah Perjuangan
seorang Hakim, Dalam memutuskan Sebuah permasalahan kehidupan, Seperti sejarah
seorang Tabi'in yang dikenal sebagai Hakim yang Adil, Seorang kesatria Hukum
yang meneguhkan kejayaan Pradaban SUatu Negeri, Beliau Rahimahullah Bernama , Syuraih AL Qadhi
Beliau
Rahimahullah adalah Seorang yang sangat dikenal sebagai Hakim Yang adil, Selain
itu Beliau juga sangat dikenal sebagai orang yang teguh dalam menjalankan
Perintah Agama, Beliau Rahimahullah bernama Syuraih Bin Harits Berasal Di
lahirkan Di kota Kindi Yaman, Ketika
Islam Menyentuh Yaman, beliau termasuk Golongan yang Awal Masuk kedalam Islam,
Namun , Syuraih Belum Sempat Bertemu Nabi ﷺ , Oleh
karena itulah Beliau tidaktermasuk dalam Golongan Sahabat Radhiallahu'anhum.
Beliau adalah orang yang memiliki kedudukan di antara para
ahli ilmu, tokoh-tokoh terkemuka, para sahabat dan para tokoh tabi’in.
Beliau termasuk dalam bilangan ulama yang terhormat dan
utama, diperhitungkan dalam tingkat kecerdasan, kebagusan perilaku, banyaknya
pengalaman, dan kedalaman wawasannya.
Dalam
Sejrah Dijelaskan Syuraih AL Qadhi DI kenal sebagai seorang yang Adil dalam Ber
Hukum , tidak memandang Harga dan Jabatan , selalu bertindak dan memutuskan
Perkara yang sesuai dengan kebenaran
meski pun yang berhadapan dengan nya adalah seorang Pemimpin Negara bahkan
Keluarga tercinta.
Dalam
Sejarah dikisahkan, Suatu hari Umar Bin Khattab Radhiallahu'anhu membeli Seekor Kuda Dari Masyarakat biasa,
setelah selesai melakukan transaksi, Umar pun kembali Untuk Pulang, dalam
Perjalan tak jauh dari tempat pembelian, Tiba2 Kuda tsb, menjadi cacat dan tak
mampu untuk Berjalan lagi, Maka Amirul Mukminin Umar Bin Khattab
Radhiallahuanhu kembali menemui sang penjual dan berkata : Aku
kebalikan Kudamu , Karena ternyata Kuda ini cacat.
sang
penjual berkata : Tidak Bisa Wahai Amirul Mukminin, Sesungguhnya aku menjual
kepadamu dalam keadaan Baik.
Maka
dalam keadaan rumit tsb. Umar radhiallahi'anhu menyarankan agar masalah ini di
selesaikan Orang ketiga (sebagai hakim diantara keduanya), Sang penjual Setuju
dan Menyarankan Agar seseorang Itu adalah Syuraih Al Qadhi. Umar pun Setuju dan
kedua nya pun Menemui Syuraih , Jika kita Perhatikan Diskusi ini, bagaimana
Bijaksana nya Seorang Pemimpin yang kala itu menguasai dua Kekuatan Besar
Dunia, Bisa saja Dengan Jabatan yang dimiliki sang Amirul Mukminin Memaksa ,
tetapi BeliaU adalah Umar , yang mengajari Kita tentang ke tawadhuan seorang
Pemimpin karena itulah yang di Ajarkan Rasulullah ﷺ, dan Agama ini adalah Islam, yng
menjadi Rahmat Bagi Alam Semesta.
Singkat
cerita Sampailah kedua nya dihadapan Syuraih dan langsung menceritakan
permasalahan tsb.
Syuraih
Berkata : Ya Amirul Mukminin, Apakah Anda mengambil kuda itu dalam keadaan
baik.
Umar Berkata : iya, benar
Lalu Syuraih Pun memutuskan dan Berkata : Ambillah kuda yang telah Anda Beli Wahai Amirul Mukminin, atau Kembalikan Kuda tsb. dalam Keadaan tatkala anda Mengambilnya.
Amirul
Mukninin Umar Bin Khattab Pun Berkta : “Hanya beginikah pengadilan ini?
Kalimat yang singkat, dan hukum yang adil. Berangkatlah ke Kufah, karena aku
mengangkatmu menjadi qadhi di sana.”
Inilah Bentuk Karomah yang Allah
berikan kepada Umar Bin Khattab Radhiallahu'anhu betapa Jeli dan Berhati hati
nya Beliau dalam memilih seseorang untuk menjadi Pejabat Negara,padahal seperti
yang kita ketahui masih banyak nya Para Sahabat Radhiallahuanhum yg hidup di
zaman Umar yang selalu menyinari islam bak Bintang yang bersinar, hal ini
membuktikan tepat nya firasat beliau Demi menjaga Keteguhan Agama ini, Hal ini
pun telah disabda kan Oleh
baginda Rasulullah ﷺ
“Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang
paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi dalam
al-Manaqib, hadits no. 3791)
, Atas Kehendak Allah Hal itupun
Terbukti dalam masa Jabatan Selama +- 60 th. Syuraih Al Qadhi Sangat Adil dalam
memutuskan sebuah perkara , sehingga Sejarah mencatat bagaimana Kiprah
perjalanan Beliau Rahimahullah yang sangat luar biasa, salah satu Kisah yang
sangat heroik ketika Ia memutuskan perkara Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
Radhiallahu'anhu dan Seorang yahudi , dikisahkan Amirul Mukminin kehilangan
Baju Perang yang menjadi kesayangannya, setelah itu Amirul Mukminin mendapati
Baju besi itu di tangan seorang yahudi yang berdagang di Kufah, langsung saja
Amirul mukminin berkata : Ini adalah Baju besi ku yang jatuh dari Onta pada
Malam anu dan di tempat anu.
Namun dia mengelak dan berkata, “Ini adalah barangku dan
berada di tanganku wahai amirul mukminin!” Ali berkata, “Ini milikku, aku tak
merasa pernah menjualnya kepada orang lain atau memberikannya hingga sampai
berada di tanganmu.”
Orang dzimmi berkata, “Kalau begitu kita datang kepada qadhi!”
Ali berkata, “Engkau adil, mari kita ke sana!”
Maka pergilah keduanya menuju qadhi Syuraih. Setelah masuk
dan duduk dalam sidangnya, bertanyalah qadhi Syuraih,
Syuraih: “Apa tuduhanmu wahai amirul mukminin?”
Ali: “Kudapati barangku berada di tangan orang ini. Barang
itu jatuh dari ontaku pada malam anu di tempat anu, lalu sampai di tangan orang
ini, padahal aku tidak menjual kepadanya tidak pula kuberikan sebagai hadiah.”
Syuraih: “Bagaimana jawaban Anda?” (wahai dzimmi)
Dzimmi: “Barang ini milikku, dia ada di tanganku. Tapi aku
tidak menuduh amirul mukminin berdusta.”
Syuraih: “Aku tidak meragukan kejujuran Anda wahai amirul
mukminin, bahwa barang ini milikmu. Tetapi harus ada dua orang saksi yang
membuktikan kebenaran tuduhanmu.”
Ali: “Baik, aku punya dua orang saksi, pembantuku Qanbar dan
putraku Hasan.”
Syuraih: “Tetapi kesaksian anak bagi ayahnya tidak berlaku
wahai amirul mukminin.”
Ali: “Subhanallah, seorang ahli surga ditolak kesaksiannya?
Apakah Anda tak pernah mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa Hasan dan Husein adalah pemuka para pemuda penduduk surga?”
Syuraih: “Aku mengetahui itu wahai amirul mukminin, hanya
saja kesaksian anak untuk ayahnya tidak berlaku.”
Mendengar jawaban itu, Ali menoleh kepada si dzimmi dan berkata,
“Ambillah barang itu, sebab aku tak punya saksi lagi selain keduanya.”
Si dzimmi berkata, “Aku bersaksi bahwa barang itu adalah
milik Anda wahai amirul mukminin. Ya Allah, amirul mukminin menghadapkan aku
kepada seorang hakimnya, dan hakimnya memenangkan aku. Aku bersaksi bahwa
agama yang mengajarkan seperti ini adalah agama yang benar dan suci. Aku
bersaksi bahwa tiada ilah yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah. Wahai qadhi, ketahuilah bahwa barang ini adalah milik
amirul mukminin, waktu itu aku mengikuti pasukannya ketika menuju ke Shiffin.
Pakaian ini jatuh dari onta, lalu aku mengambilnya.”
Berkatalah Ali kepada si dzimmi: “Karena kini Anda telah
menjadi muslim, maka aku hadiahkan pakaian ini untukmu, dan aku hadiahkan kuda ini
untukmu juga.”
dalam perkara lain yang sangat heroik ialah ketika Syuraih
Rahimahullah memberikan sejarah ketegasan dalam memutuskan Perkara meski yang
dihadapi adalah keluarga sendiri
Bukti akan ketegasan Syuraih nampak di saat putranya
berkata, “Wahai ayah, aku sedang memiliki masalah dengan suatu kaum, Aku
berharap ayah mempertimbangkannya. Jika kebenaran ada dipihakku, maka
putuskanlah di pengadilan, tetapi jika kebenaran ada di pihak mereka, maka
usahakanlah jalan damai.” Lalu dia menceritakan semua masalahnya. Syuraih
berkata, “Ajukanlah masalahmu ke pengadilan!”
Kemudian putra Syuraih mendatangi orang yang berselisih
dengannya dan mengajak mereka untuk memperkarakan masalah antara mereka ke
pengadilan dan mereka pun setuju. Begitu menghadap Syuraih, ternyata kemenangan
tidak berada di pihak putranya.
Sesampainya Syuraih dan putranya di rumah, putranya berkata,
“Wahai ayah, keputusanmu telah membuatku malu. Demi Allah, kalau saja
sebelumnya aku tidak bermusyawarah denganmu, tentulah aku tidak menyalahkanmu.”
Syuraih berkata, “Wahai putraku, demi Allah aku mencintaimu
lebih dari dunia dan seisinya. Tetapi, bagiku Allah lebih agung dari itu semua
dan dari dirimu. Aku khawatir jika aku beritahukan terlebih dahulu bahwa
kebenaran berada di pihak mereka, maka engkau akan mencari jalan damai dan itu
merugikan sebagian hak mereka. Oleh sebab itu, aku putuskan perkara seperti
yang kau dengar tadi.”
Inilah Sejarah yang menjadi acuan Bagi setiap Muslim yang
dapat menjadi Inspirasi dan Pelajaran bahwa keadilan dan Kejujuran dalam
memutuskan Perkara sangatlah penting, demi meluasnya cahaya kebenaran dan
terhapusnya kebathilan yang menjadi Jurang bagi yang lemah, Tidaklah Mudah
dalam memutuskan Perkara dan Jangan pula menjadi kan nya sebagai himpunan
kenikmatan dunia, karena sangat tegas ancamannya
Dari Abu Buraidah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
اَلْقُضَاةُ
ثَلاَثَةٌ اثْنَانِ فِي النَّارِ وَوَاحِدٌ
فِي الْجَنَّةِ رَجُلٌ عَلِمَ الْحَقَّ
فَقَضَى بِهِ فَهُوَ فِي
الْجَنَّةِ وَرَجُلٌ قَضَى لِلنَّاسِ عَلَى
جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ
وَرَجُلٌ جَارَ فِي الْحُكْمِ
فَهُوَ فِي النَّارِ.
“Hakim itu ada tiga macam, dua di Neraka dan satu masuk
Surga; seorang hakim yang mengetahui kebenaran lalu memberi keputusan
dengannya, maka ia di Surga, seorang hakim yang mengadili manusia dengan
kebodohannya, maka ia di Neraka, dan (3) seorang hakim yang menyimpang dalam
memutuskan hukuman, maka ia pun di Neraka.
” [Muttafaq
‘alaih: Shahiih al-Bukhari (XIII/318, no. 7352), Shahiih Muslim (III/ 1342, no.
1716), Sunan Abi Dawud (IX/488, no. 3557), Sunan Ibni Majah (II/ 776, no.
2314).
Di Riwayat lain Rasulullah ﷺ Bersabda
:
Abu Bakrah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ قُلْنَا: بَلَى يَا رَسُوْلَ
اللهِ، قَالَ: اْلإِشْرَاكُ بِاللهِ،
وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ، وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ،
فَقَالَ: أَلاَ وَقَوْلُ الزُّوْرِ،
وَشَهَادَةُ الزُّورِ، فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا
حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ.
‘Maukah kalian aku beritahu tentang dosa besar yang paling
besar?’ Kami menjawab, ‘Mau, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Menyekutukan
Allah, durhaka pada kedua orang tua.’ Pada saat itu beliau bertelekan kemudian
duduk dan bersabda, ‘Ketahuilah, dan perkataan dusta serta kesaksian palsu.’
Beliau tidak henti-hentinya mengulangi kalimat tersebut, sampai kami katakan
(dalam hati), ‘Seandainya beliau diam.( Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari
(V/261, no. 2654), Shahiih Muslim (I/91, no. 87).
Komentar
Posting Komentar